"Ketika prestasi guru diterjemahkan dalam suatu penilaian
maka peran agen perubahan itu gugur"
Beberapa kali saya membaca berita tentang guru berprestasi. Dalam benak saya, terlintas kekaguman setelah selesai membaca berita-berita tersebut. Kekuatan berita itu sungguh membuat saya terkesiap dan berkata pada diri saya sendiri,"Benar-benar hebat mereka ini."
Namun begitu, setelah mengalami pengendapan beberapa saat, saya mulai tergelitik oleh beberapa pertanyaan. Salah satunya adalah, apakah mereka yang tidak 'terjaring' dalam kategori berprestasi itu tidak berprestasi? Semoga saja tidak.
Salah satu peran guru dalam masyarakat adalah sebagai agen perubahan. Dengan pengajaran yang diberikan, para guru bisa memberikan visi menjadi misi pada anak-anak didik mereka. Sebuah tatanan masyarakat akan sangat timpang tanpa kehadiran guru yang memberikan pengajaran ilmu hidup, melengkapi apa yang generasi muda dapatkan dari rumah.
Saya secara pribadi lebih mengagumi para guru yang mau bekerja di pelosok negeri ini tanpa punya pretensi untuk dikenal. Beberapa kali saya mendapatkan profil para guru yang bekerja di pedalaman penjuru negeri ini selama bertahun-tahun. Saya sebagai pribadi dan sebagai seorang guru merasa malu untuk mengatakan bahwa saya adalah guru yang hebat dan berprestasi. Karena apa? Karena ketika prestasi guru diterjemahkan dalam suatu penilaian, maka nilai kita sebagai agen perubahan itu akan gugur dengan sendirinya. Selayaknya, penilaian guru berprestasi dilihat dari ketulusan pengabdian yang dilakukan dalam keterbatasan dan dilakukannya penilaian benar-benar tanpa satu panggung ujian pengumpulan berkas-berkas pendukung yang tinggal gaung.
"Penghargaan itu tidak selalu berkaitan dengan uang dan publisitas"
Secara pribadi, saya mengenang ketokohan para guru saya di masa lalu. Saya begitu mengagumi Ibu Wati, guru saya di kelas 1 SDN Kesdam IV Diponegoro yang begitu enerjik mengajar kami dalam jumlah besar. Saya mengagumi beliau yang dengan detil melihat kekurangan dan kelebihan kami. Saya juga mengagumi bagaimana beliau mengespresikan kesedihannya ketika memang ada satu atau dua siswanya yang harus tinggal kelas. Penghargaan setinggi-tingginya saya berikan kepada semua guru saya seperti Ibu Sri, Ibu Camelia Sitanggang, Ibu Esti, Bapak Soewardi yang mengajar kami semua di saat pertumbuhan penduduk Indonesia sedang dikendalikan. Bagaimana mereka mengajar di kelas? Buat saya pribadi, dengan segala keterbatasan dukungan alat ajar dan waktu, mereka sungguh inspiratif!
Maka buat saya pribadi, ketika penghargaan guru teladan diberikan dalam bentuk perlombaan, sama sekali tidak mengena. Ada hal yang harus kita ingat bahwa penghargaan itu tidak selalu berkaitan dengan uang dan publisitas, melainkan lebih dari itu. Penghargaan itu berkaitan dengan ketokohan, ketulusan dan kesaksian mereka yang merasakan keteladanan mereka.
Mungkin kebutuhan untuk menjaring mereka yang berprestasi bisa dijadikan suatu tolok ukur untuk institusi. Namun begitu, apakah itu mewakili kebenaran?
Pada akhirnya, saya lebih melihat pada bagaimana kita membuka mata fisik dan batin kita untuk melihat prestasi sebagai suatu pengejawantahan agen perubahan buat masyarakat. Banyak prestasi yang tidak terukur oleh Penelitian Tindakan Kelas, keaktifan organisasi, sertifikat yang didapat ataupun keterkenalan. Buat saya, ketulusan melayani mereka yang berada jauh dari jangkauan, keteladanan dalam keterbatasan, kesetiaan dalam pengabdian, ketiganya lebih berarti.
salam,
Hugo
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.