Di jaman sekarang ini, banyak orang tua yang berpikir bahwa pendidikan adalah "investasi" masa depan buat anak-anak mereka. Tidak salah juga pemikiran itu.
Di banyak kota besar, orang tua berusaha mendapatkan sekolah yang "terbaik" buat anak-anak mereka. Beberapa waktu yang lalu, secara iseng saya bertanya pada beberapa orang tua yang saya temui. Pertanyaan pertama adalah: Sekolah seperti apa yang diinginkan oleh para orang tua? jawabannya bervariasi seperti: 1) sekolah yang disiplin 2) sekolah yang berbahasa asing 3) sekolah yang banyak prestasinya 4) sekolah yang guru-gurunya "care" terhadap siswa-siswinya 5) sekolah yang maju "teknologinya" 6) sekolah dengan "program" terbaik.
Dalam hati saya berpikir "hebat sekali para orang tua ini. Belum menyekolahkan anaknya saja, mereka sudah memiliki rencana yang matang untuk membuat anak mereka "jago" di masa depan.
Salah seorang dari beberapa orang tua tersebut mengungkapkan keinginannya bahwa sejak dini ia ingin anaknya belajar di sekolah yang mengedepankan semangat "global". "Bahasa sangat penting dipelajari sejak dini. Makanya, saya mencari sekolah yang menjadikan Bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar, Bahasa Indonesia tetap diajarkan, plus ada Bahasa Mandarin sebagai bahasa global kedua setelah Bahasa Inggris di masa depan". Wah, hebat sekali!
Sayang sekali, orang tua semacam ini tidak melihat dirinya sendiri dan melihat anaknya. Apa yan kita harapkan dari anak kita? mampu segalanya tanpa melihat bahwa itu adalah beban bagi mereka karena ekspetasi kita? Masuk ke sebuah sekolah dengan penerapan dua bahasa saja sudah lebih dari cukup buat anak-anak kita. Bahasa ketiga di satu sekolah? pastilah hanya untuk memuaskan pasar dan jelas tidak akan pernah memuaskan anak secara batiniah.
Sekolah yang disiplin. Menurut hemat saya, semua sekolah mempunyai tingkat kedisiplinan masing-masing sesuai kultur sekolah tersebut. Apabila anak dianggap nakal oleh orang tua dan dari kacamata orang tua, sekolah tidak bisa mendisiplinkan anak mereka, berarti kegagalan pertama ada pada orang tua. Sekolah adalah kegagalan pelengkap dari kegagalan orang tua mendidik anak pola disiplin sejak dini dan sekolah juga menjadi "kambing hitam" dari kegagalan orang tua.
Sekolah yang banyak prestasinya. Prestasi akademik? prestasi non-akademik. Apabila sekolah itu hanya mementingkan prestasi akademik, jelaslah itu bukan sekolah yang baik. Sekolah seperti itu mematikan jiwa kreativitas seorang anak. Sekolah seperti itu hanya mau menerima mereka yang pada dasarnya memang "pintar". Sekolah ini adalah tipe sekolah "pilih kasih". Namun, apabila sekolah itu hanya mementingkan prestasi non-akademik, perlu dipertimbangkan juga mengapa sekolah itu tidak menjadi sekolah kejuruan saja.
Sekolah yang guru-gurunya "care" terhadap semua siswa-siswinya. Apakah anak-anak kita begitu hausnya untuk mendapatkan perhatian dari semua guru? Menurut hemat saya, seorang guru memperhatikan siswa-siswinya adalah suatu hal yang wajar. Jadi, pada dasarnya kalau orang tua mendapatkan guru tidak "care" terhadap anak-anak, bisa jadi guru itu memang tidak mempunyai jiwa guru, atau orang tua yang terlalu "meminta".
Sekolah yang maju teknologinya. Apabila anda adalah orang tua yang memang selalu up to date dengan perkembangan teknologi dan anak-anak anda juga menyukainya, sekolah semacam ini cocok buat anda. Namun begitu, lihat juga apakah sekolah yang mempromosikan diri sebagai sekolah berteknologi tersebut memang benar-benar serius, atau sekedar slogan dagang saja. Orang tua harus benar-benar sadar diri dan menyesuaikan lahir batin dengan sekolah yang benar-benar berbasis teknologi.
Sekolah dengan program yang baik. Sering saya dibenturkan pada pertanyaan dari orang tua "menurut bapak, program A dan program B, mana yang lebih baik?" Jawaban saya adalah, " terserah bapak. Bapak mau yang mana itu kan uang anda. Menurut hemat saya, bapak harus benar-benar mengenali karakter putra-putri bapak dan sesuaikan dengan program tersebut, sesuai atau tidak. Selanjutnya, biar anak mencoba dulu, jadi bapak tahu apakah prediksi bapak benar atau tidak". Jawaban saya ini sering membuat orang tua jengah. Mereka mungkin berharap saya akan menjelekkan program yang sekolah saya tidak gunaka. Maaf, saya bukan orang yang berjualan program.
Perlu tidak sih anak saya diperiksa psikolog. Perlu, kalau anda sebagai orang tua memang melihat ketidakwajaran dalam tingkah laku anak. Apabila tidak ada yang perlu dikhawatirkan - anda harus jujur - maka psikolog hanya akan menambah beban pembiayaan anda saja.
Selamat merenung dan menjadi orang tua yang baik bagi anak-anak dan masa depan mereka!
salam,
Hugo