Friday, May 27, 2011

PENDIDIKAN, UNTUK SIAPA?

Judul  di atas bagi sebagian orang sudahlah jelas jawabannya.
Di kalimat ketiga dari artikel inipun, saya akan menjawabnya. Jawabannya adalah untuk anak-anak dan mereka yang selalu merasa butuh pendidikan.

Ketika anak-anak memulai jenjang pendidikan formal mereka, pembelajaran yang mereka terima benar-benar memberikan nuansa baru. Mereka mulai mengenal ada banyak hal yang mereka pelajari di rumah dan banyak hal baru yang mereka pelajari di sekolah. Mereka juga belajar tentang perbedaan pandangan yang bisa jadi mereka dapat dari rumah dan sekolah. Mereka belajar mendengar orang lain terlebih-lebih mendengar apa yang dikatakan guru - terkadang guru lebih didengar daripada orang tua mereka sendiri.

Begitu kuatnya pengaruh pendidikan yang diterima seorang anak dalam keluarga dan sekolahnya, hingga seringkali membekas dalam benaknya. Sayangnya, kita sebagai orang tua dan guru kurang menyadari bahwa kita adalah idola anak-anak kita. Karena ketidaksadaran tersebut, kita sering "menghancurkan" kekaguman mereka terhadap kita. Karena ketidaksadaran pulalah, kita sering juga menanggapi apa yang menjadi kebutuhan pendidikan anak kita terabaikan.

Pendidikan yang didapat anak-anak dari orang tua seperti kita akan membekas. Ketika kita tidak menerapkan aturan yang jelas dalam keluarga, maka anak-anak akan mengambil kesimpulan bahwa hidup itu lebih enak tanpa aturan. Sebaliknya, apabila hidup mereka banyak diatur mulai dari bangun pagi sampai tidur malam, maka mereka merasa aturan-aturan itu dibuat untuk membuat mereka yang mejalankannya sengsara. Serba salah? Tidak juga, asal kita mengerti apa yang harus kita lakukan dan posisi apa yang dirindukan oleh anak-anak kita.

Pendidikan untuk anak-anak pada masa sekarang sungguhlah sesuatu yang kita sendiri tidak bisa bayangkan pada masa kita mendapatka pendidikan untuk pertama kalinya. Begitu banyaknya campur tangan perkembangan teknologi terjadi dalam pendidikan anak di masa kini. Apa yang bisa kita lakukan? Hal terpenting yang bisa kita lakukan adalah menanamkan budi pekerti yang baik melalui contoh nyata dalam kehidupan sehari-hari.

Begitu menyadari bahwa pendidikan yang kita berikan sekarang adalah untuk anak-anak kita, maka sewajarnyalah kita menyadari juga bahwa kesederhanaan berpikir menjadi tumpuan dari budi pekerti. Anak akan dengan mudah membandingkan cara bertindak kita terhadap pengemis - misalnya - dengan nasehat yang diberikan oleh guru di sekolah. Anak bisa sangat kritis menegur orang tuanya apabila mengendarai kendaraan melebihi kecepatan dari rambu-rambu yang terpasang di pinggir jalan. Anak juga bisa menngingatkan orang tuanya untuk tidak melakukan hal-hal yang membuat mereka menjadi malu di depan teman-temannya - semisal mengantar mereka sampai ke depan gerbang sekolah dengan alasan mereka bisa berjalan sendiri beberapa meter sebelum gerbang sekolah.

Apapun yang kita berikan kepada anak-anak kita sebagai bagian dari pendidikan, akan membekas dalam kehidupan mereka di  masa depan. Apabila kita mendidik mereka untuk membeda-bedakan orang lain berdasarkan ukuran kekayaan, maka jangan heran apabila di kemudian hari, anak-anak kita tidak bisa menjadi survivor sejati ketika dibutuhkan. Jangan juga menyesal apabila sekarang kita secara tidak sadar mengajari mereka gaya hidup yang tidak sehat seperti membiarkan mereka melihat kebiasaan minum minuman beralkohol atau merokok. Mereka akan melakukan yang lebih parah dari apa yang orang tua lakukan. Maka tidak heran apabila kita mendengar ada beberapa pelajar Indonesia yang belajar di luar negeri karena orang tuanya kaya, melakukan tindakan-tindakan konyol demi mencari "jati diri". Mengapa mereka berbuat begitu? karena orang tua mereka begitu permissive terhadap segala tindakan mereka. Menegur anaknya sendiri tidak berani, takut akan menyakiti hati mereka. Pemikiran dan tindakan yang keliru.

Kembali kepada judul artikel ini, marilah kita renungkan. Pendidikan itu untuk siapa? Jangan sampai kita melihat anak-anak kita di masa depan menjadi beban masyarakat. Selagi kita mampu, lakukan banyak hal yang membentuk karakter mereka menjadi manusia yang penuh kasih, kreatif , dan juga peka terhadap lingkungan sekaligus bertutur kata halus dan berpikir jernih.


salam,



Hugo

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.