Thursday, November 21, 2013

WHEN THE DOORS SHUT - MANAKALA PINTU-PINTU MENUTUP

Hello pembaca!

Pada tulisan ini, saya menulis dalam Bahasa Indonesia. Pada mulanya, di dalam benak saya ada beribu kata dalam Bahasa Inggris, namun entah mengapa jari-jari ini menari di atas tuts keyboard mengalir begitu saja dalam Bahasa Indonesia (mungkin karena sedikit berbau curhat?)

Akhir-akhir ini, saya sedikit meluangkan waktu untuk berefleksi pada banyak langkah yang saya ambil dalam pikiran, perkataan dan perbuatan yang menyangkut kehidupan sosial maupun karir. Dalam perenungan itu, saya mendapatkan diri saya berpikir, berkata dan berbuat dalam banyak kapasitas yang sangat fantastis. Seakan-akan, segala yang saya perbuat itu bukanlah saya karena begitu hebatnya karya-karya itu. Namun, secara kontras juga saya menemukan perbuatan, pemikiran dan perkataan yang sepertinya merugikan. Di ujung perenungan itu, saya mendapatkan bahwa ternyata semua yang saya lakukan, baik itu tampaknya menguntungkan, maupun merugikan, tidak ada satupun yang buruk. Mengapa demikian? karena ternyata seringkali saya memulai segala sesuatu dengan doa. Doa yang saya panjatkan kepada Tuhan adalah untuk memberikan yang terbaik dalam segala situasi. Doa yang memohon agar saya disiapkan dan didampingi dalam segala situasi. 

Alhasil, itulah yang membuat saya - dalam naik turunnya ritme kehidupan ini - terus mendapatkan kepercayaan untuk lebih maju dalam pemikiran, perkataan dan tindakan baik dalam hidup sosial maupun karir. Teman, saya bukanlah orang yang pintar, tapi saya punya keyakinan untuk maju dan berbagi. Mungkin itu yang membuat orang berpikir saya pintar.

Saya masih ingat, bagaimana banyak ide-ide fantastis yang saya lontarkan - tentunya ide-ide tersebut adalah ilham dari Tuhan - dan menjadi kenyataan yang menyenangkan. Namun, ada juga beberapa ide yang baik namun berujung pada hal-hal yang kurang meyenangkan. Salah satu contoh adalah bagaimana beberapa bulan yang lalu saat saya hendak menjalankan ide tentang kedisiplinan dan semuanya kandas di tengah jalan karena ketidaksepahaman. Ketika hal itu terjadi, saya merasa limbung seakan-akan semua pintu kesempatan telah menutup untuk saya masuki. Namun, blessing in disguise! Karena seperti saya katakan tadi bahwa banyak hal yang saya lakukan ada dalam darasan doa-doa saya, Tuhan memang tidak tidur. Saat saya merasa semua pintu menutup, lobang-lobang cahaya yang ada pada sela-sela pintu dan jendela memberi penerangan. Dalam keadaan yang tidak menentu itu, saya melihat banyak berkas cahaya yang menerangi pikiran. Ada kata-kata yang begitu kuat untuk melihat sekeliling saya dengan lebih jeli dan teliti.

Anda tahu, di saat terburuk itu, saya bisa dengan segera membedakan mana teman yang mendukung dan mana teman yang kurang mendukung. Banyak hal terjadi yang dalam pencernaan pikiran dan perasaan saya, sangat membuat saya bertanya-tanya akan apa yang telah saya perbuat selama ini. Pertanyaan besar terlintas dalam benak saya, "Apakah saya memang benar-benar diterima secara utuh atau tidak?" Tampaknya Tuhan berjalan mendampingi saya untuk mengatakan, "Ayo, kamu harus belajar dari situasi ini. Kamu mungkin salah di mata orang lain, tapi belum tentu salah. Bangkit karena kamu sangat berharga dan masih banyak yang bisa kamu lakukan!"

Beberapa minggu setelah peristiwa tersebut, ada seakan-akan dorongan yang kuat. Saya memberanikan diri untuk berkata pada diri saya, "berhentilah mengerjakan sesuatu walaupun kamu adalah yang terbaik untuk hal itu". Berkas-berkas cahaya yang tadi menerangi langkah saya telah mendorong saya untuk menemukan satu pintu besar yang disebut dengan berkat alias blessing. Saya arahkan Tuhan untuk sesuatu yang baru - mungkin tidaklah besar namun pastilah berarti. 

Di ujung karir saya ketika itu, saya memutuskan pada menit-menit terakhir untuk move on, beranjak dari titik nadir. Satu hal yang sampai tulisan ini bergulir, saya tidak menyesal untuk segala keputusan yang saya ambil karena dalam keputusan itu, saya membagi segala beban dengan Tuhan yang selalu berjalan mendampingi. Satu per satu jalan mulai terbuka. Memang harus diakui, jalan yang sekarang saya lewati bukanlah jalan mudah tapi bukan berarti tidak dapat saya lewati. Saya tidak menyesal sedikitpun untuk melangkah. Bahkan, jujur saja, saya memiliki keengganan untuk bertemu dengan teman-teman dari masa lalu terutama ketika mata hati saya mulai jeli dan teliti. Seringkali, bulu roma ini bergidik sendiri. 

Sekarang, lihatlah saya ada di sini. Ada kegembiraan, kecemasan, tantangan dan harapan yang bercampur aduk. Namun, apa sih yang mulus dalam hidup ini? Hidup kita adalah perjuangan. Untuk semuanya itu, saya siap berbagi tentang perjuangan yang saya alami. 

Saya sekarang hampir menginjak usia kepala 4 dan saya berbahagia bersama orang-orang yang mencintai saya dan tentunya, bersama Tuhan.


salam semangat!



Hugo