Sunday, November 1, 2015

RECORDING LEARNING

I have this anxiety in questioning,"how can school members reach out learning happened in my classroom?"

I have been through many discussions with some fellow teachers. Some ideas pop up here and there. To cut a long story, I met Pramaditya. He is a design tech teacher at Sekolah Cikal, one of IB schools in Indonesia.

We shared ideas and experiences. We found out that the key words are recording learning. We compiled our experiences and put them in a workshop. We ran the workshop during IB Dunia Conference held in British School Jakarta. You can see the date on the workshop box just on the corner of this blog.

I put the link for you to see our slide presentation HERE.

We had a lot of feedback in our workshop. People attended the workshop were really interested on extending the way learning documented and shared properly.
It was really great day.

Enjoy it!

Hugo

Sunday, April 19, 2015

Teknologi di Kelas Model SAMR (1)

SAMR (Substitution, Augmentation, Modification and Redefinition) adalah satu model yang dicetuskan oleh Ruben R. Puentedura
Apa itu SAMR? Saya akan mencoba membahasnya secara sederhana dalam postingan kali ini. 

Teknologi di sekolah, yang banyak dipahami sebagai penggunaan komputer atau alat bantu belajar yang menggunakan teknologi, sering digunakan hanya sebatas pengetahuan dan tempelan dari pembelajaran itu sendiri. Pemahaman tentang penggunaan teknologi dalam pembelajaran di kelas sangat menarik karena benar-benar akan membuka mata kita, baik sebagai pendidik maupin pembelajar.

Sejalan dengan perkembangan penggunaan teknologi, maka pembelajaran di kelas, sewajarnya juga sudah bergeser. Dahulu, kita mengenal laboratorium komputer. Sebuah sekolah yang mempunyai laboratorium komputer bahkan laboratorium bahasa, akan sangat dipandang sebagai sekolah yang maju. Namun, hal menarik yang patut dicermati adalah, apakah yang diajarkan di dalam laboratorium tersebut? Skill mengetik? Skill mendengarkan?

Skill mengetik, skill mendengarkan, skill mengolah data, semuanya sangat mendukung pekerjaan sehari-hari. Hal yang saya coba garisbawahi di sini adalah kata "mendukung". Sementara, paradigma pembelajaran sekarang bukanlah terkotak-kotak pada disiplin pelajaran tertentu, melainkan saling terkait. Saling terkait antara satu pembelajaran dengan pembelajaran lainnya sebenarnyalah memang yang terjadi dalam dunia nyata, dunia kerja. Bukankan salah satu hal yang dipersiapkan untuk para siswa adalah untuk siap memasuki dunia kerja?

Mari, kita lihat lebih dekat SAMR. Berikut ini, saya akan memberikan contoh penggunaan SAMR, agar Anda lebih bisa mengerti secara cepat. 

Substitution: Pada tahap ini, kita mencoba menggunakan teknologi namun sebatas pada "mengganti" media yang sudah ada dengan media lain dengan sentuhan teknologi.
Contoh kegiatan yang sering terjadi adalah: menulis karangan menggunakan prosesor penulisan (MS Word, Pages, dll).
Kegiatan itu hanyalah "memindahkan" tulisan yang sebelumnya menggunakan pensil dan kertas, menjadi papan ketik dan layar komputer. Nilai yang didapat, tentu saja hanya sekedar pemindahan. 

Augmentation: Pada tahap ini, kita mencoba menggunakan teknologi dengan menambah fitur-fitur untuk lebih memberdayakan teknologi dari Substitution yang hanya memindahkan media.
Contoh kegiatan yang dapat terjadi adalah menulis menggunakan prosesor penulisan dengan beberapa tambahan fitur seperti link ke website tertentu, menambah gambar, grafik, dll. 

Modification: Pada tahap ini, kita mencoba menggunakan teknologi dapat dibagi dengan pihak lain. Hal ini bisa dilakukan menggunakan "Google Docs, dkk", "Blog" dan lainnya.
Kegiatan ini, ada penambahan nilai dimana pihak lain dapat melihat, memberi kritik, komentar, mengedit dokumen yang sama dan menambah adanya nuansa kerjasama.

Redefinition: Pada tahap ini, kita mencoba menggunakan teknologi untuk mengubah bentuk awal menjadi satu bentuk baru. 
Kita ambil contoh kegiatan menulis di atas. Setelah melalui proses Substitution, Augmentation dan Modification, maka ketika masuk dalam Redefinition, tulisan yang sudah melewati tahap kolaborasi, komentar, edit bersama, dijadikan sebuah skenario. Skenario ini lalu dituangkan dalam sebuah filem. Nah, hasil jadinya yang berupa filem ini adalah Redefinition dari bentuk semulanya. 

Nah, bagaimana semuanya itu bisa terjadi? Diperlukan beberapa tahap di belakang semuanya itu? Hal ini akan saya bahas di postingan berikutnya :)

sampai berjumpa di postingan berikut!

salam,

Hugo



Thursday, February 5, 2015

MENGGUNCANG KESADARAN PENDIDIKAN INDONESIA

MENGGUNCANG KESADARAN PENDIDIKAN INDONESIA

Hugo D G Indratno


Ki Hadjar Dewantara dengan semboyan “Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani” begitu mengakar pada setiap insan Indonesia khususnya insan pendidikan Indonesia. Sering kali semboyan ini diartikan bahwa seorang guru hendaknya memberi teladan, kemudian membangun semangat belajar dan pada akhirnya memberikan motivasi bagi siswa-siswinya. Sebatas itukah pemahaman dan perwujudan kita semua terhadap semboyan luhur tersebut?

Selaras dengan semboyan Ki Hadjar Dewantara yang begitu menginspirasi, seluruh bangsa ini tentunya berkeinginan untuk mewujudkannya. Namun, apa yang kita lihat dari tahun ke tahun adalah pencideraan dunia pendidikan ini oleh banyak individu. Secara tegas, saya mengatakan di sini bahwa pencideraan dilakukan oleh individu. Akan sangat naif apabila kita saling menyalahkan antar lembaga karena semua lembaga yang berkaitan dengan pendidikan, bertujuan untuk memajukan pendidikan, bukan mementahkannya.

Prof. Dr. Nicolaus Drijarkara, SJ mendefinisikan pendidikan sebagai “Pemanusiaan Manusia”. Jelas sekali bahwa pendidikan adalah milik manusia.  Pendidikan ada dan akan tetap ada sepanjang manusia hidup dengan atau tanpa sebuah pemerintahan. Pendidikan hendaknya menjadi milik bangsa, bukan milik pemerintahan. Dengan kata lain, pendidikan adalah menjadi tanggung jawab bersama, bukan hanya institusi pendidikan dan pemerintah. Tanggung jawab bersama di sini berarti seluruh lapisan masyarakat karena semuanya mempunyai kontribusi dalam pendidikan baik itu secara formal maupun non formal.

Penataan pendidikan di Indonesia sering digunjingkan sebagai satu musim yang datang silih berganti. Secara pribadi saya melihat bahwa kebijakan yang tentunya dibuat untuk kebaikan, namun kebijakan yang dibuat sering disalahgunakan demi kepentingan beberapa individu. Sungguh suatu keprihatinan ketika beberapa pihak saling menyerang atas kebijakan yang dibuat. Saling menyerang bukanlah satu penyelesaian. Pembuat kebijakan pendidikan di Indonesia sudah saatnya menata diri sendiri tidak bergantung pada rezim ataupun terintervensi oleh kepentingan individu atau kelompok yang ada di lembaga tinggi negara.

Melihat Kail, Bukan Ikannya dan Mimpi-Mimpi

Beberapa tahun terakhir, pemerintah membuat satu kebijakan untuk mengembangkan kualitas pendidik dengan program sertifikasi pendidik. Sebagai satu kebijakan, tentunya ada satu tujuan yang baik untuk dicapai. Banyak pertanyaan yang kemudian muncul di benak ini, salah satunya adalah, apakah para pendidik benar-benar ingin mengembangkan kualitas profesi mereka sesuai kebijakan yang diluncurkan?

Di tahun 2012, saya mengikuti Pendidikan Latihan Profesi Guru (PLPG) yang menjadi satu prasyarat untuk mendapatkan sertifikasi guru. Secara pribadi, saya melihat ini sebagai satu proses penyegaran dan penyadaran kembali pada tanggung jawab profesi dan panggilan. Dalam PLPG, saya melihat satu semangat dari pemerintah, dengan segala keterbatasannya mengurus sekian juta guru, untuk menuntaskan amanat UUD 1945 mengenai mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk mewujudkan bangsa yang cerdas, tentu  pengajarnya juga haruslah cerdas.

PLPG oleh beberapa pihak dipertanyakan keefektifan dan kebermanfaatannya. Dalam benak saya, sewajarnya, para pendidik yang telah mengikut PLPG turut mempertanyakannya sebagai bentuk refleksi profesi. Sementara posisi pemerintah, sudah selayaknya juga melihat ke lapangan, apakah yang telah diperbuat memberi efek domino ataukah sekedar menjadi satu kegiatan “hit and run”, atau “sekali berarti, sudah itu mati” - meminjam selarik puisi berjudul “Diponegoro” karya Chairil Anwar.

Apabila PLPG sebagai satu pelatihan telah menginspirasi banyak dari peserta untuk membangun refleksi profesi, maka hingga saat ini paling tidak ada reaksi dari para guru sendiri dan sistem pendidikan dalam pemerintahan. Reaksi yang saya harapkan masih saya impikan. Saya memimpikan adanya satu kerjasama (networking)  mandiri guru-guru yang saling bertukar pikiran, saling berbagi inovasi mengajar yang telah mereka praktekan. Saya memimpikan kebebasan berkumpul untuk berinovasi yang tanpa harus mendapat restu dan supervisi dari pejabat pendidikan. Mimpi saya mungkin akan semakin terang benderang apabila para pejabat pendidikan mendorong suasana kondusif untuk hadirnya banyak kelompok mandiri, bukan karena keterikatan dinas yang selama ini terjadi, melainkan karena keinginan untuk maju bersama dalam pendidikan.

Saya teruskan mimpi-mimpi saya. Saya bermimpi ketika kerjasama mandiri telah dilakukan oleh para guru, maka pembelajaran yang terjadi di dalam kelas akan lebih bervariasi. Apakah mimpi itu bisa terwujud? Tentunya mimpi-mimpi itu bisa terwujud apabila kita mulai bangkit, berdiri dan berjalan mewujudkan mimpi-mimpi itu.

Saya punya mimpi dimana para guru membangun komunitas mandiri yang saling bertukar pikiran tentang pembelajaran yang mereka lakukan di kelas. Pembelajaran yang mereka pilih dari sekian kali pembelajaran yang mereka lakukan untuk mendapatkan formula yang tepat dan inspirasional bagi siswa-siswinya. Guru adalah manusia biasa yang penuh jatuh bangun dalam menjalankan pembelajaran di kelas. Namun begitu, saya yakin bahwa seorang guru selayaknya bangga akan pembelajaran yang mereka bangun berdasarkan pembelajaran bertahun-tahun yang berusaha mereka sempurnakan disesuaikan dengan karakter dan jaman dari siswa-siswinya.

Pada akhirnya, seorang guru tidaklah bisa berhenti. Ia harus turut berputar seiring berputarnya roda jaman. Ia harus bisa berpikir menggunakan pola pikir anak didiknya. Bagaimana seorang guru bisa berkembang apabila ia menolak untuk berkembang? Marilah, dengan segala keterbatasan manusiawi sebagai guru dan individu, kita melihat cakrawala di mana kelas itu tiada batasnya.

Namun ada satu hal yang patut kita camkan, Anda semua adalah guru. Hal ini tidak terbatas karena Anda mengajar di kelas, tapi karena Anda adalah orang tua yang mendidik anak-anak di keluarga, karena Anda menularkan kebiasaan baik di jalan, di tempat kerja maupun di manapun Anda berada, karena anda memberi perhatian pada mereka yang membutuhkan dan karena sejuta alasan di mana kita semua memberi teladan di depan mata mereka, membangkitkan semangat belajar  ataupun bekerja dan mendorong dengan motivasi tidak hanya bagi siswa-siswi tapi juga semua orang di sekitar. Ingatlah, Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani!

April, 2013

Hugo Indratno
Pendidik

Monday, February 2, 2015

AMAZING PAGE VIEW!

Hi!

I just want to drop down this short message for you all. Thank you for visiting my blog. Today, I see the page view. It just reached the number that I never could imagine. Here is the screenshot. Thank you!


Hugo