Monday, April 12, 2010

MENGAJAR ITU ANUGERAH DAN PANGGILAN JIWA

Beberapa guru yang saya temui telah mengajar bertahun-tahun. Mereka sangat bangga dengan tahun-tahun mengajar mereka. Kebanggaan itu semakin terungkap manakala ada beberapa mantan muridnya yang menjadi "orang". Beberapa dari mereka dengan bangga menyebut bahwa si A yang menadi walikota kota anu adalah mantan muridnya di kelas 3 SMP, atau si B yang menjadi penyanyi terkenal itu dulu murid dia di kelas 3 SD. "Wah, padahal dulu itu suaranya fales banget!" celetuknya.

Saya sangat kagum dengan mereka yang bisa bertahan bertahun-tahun menjadi pengajar. Banyak dari mereka yang secara ekonomi terseok-seok manakala gaji yang mereka terima dari jaman dahulu sampai sekarang hanya sampai pada level "pas" atau bahkan "kurang" dan menjadi banyak "hutang". Ada juga yang sukses karena mempunyai usaha lain atau mengolah kemampuan mengajarnya dengan mengajar les privat atau menulis buku. Semuanya bertahan dengan kemampuan dan daya kreasinya masing-masing. 

Mengajar itu anugerah dan panggilan jiwa, hal itu dikatakan oleh ibu saya yang dulu adalah seorang guru juga. Mengapa anugerah? lihat saja mereka yang mengajar bertahun-tahun dan tetap setia. Bagi mereka, kemampuan mengajar itu suatu anugerah yang tidak semua orang mendapatkannya. Banyak orang mengatakan bahwa mengajar butuh kesabaran bahkan terkadang keiklhasan untuk merogoh kocek pribadi. 

Mengajar itu panggilan jiwa. Benar juga! Seorang dokter yang sukses dengan karirnya, merasa ada yang kurang dalam dirinya. Ia senang berbicara dengan pasiennya, menerangkan banyak hal tentang penyakit yang diderita oleh pasiennya dan meyakinkan mereka bahwa semua dapat dilewati dengan baik. Suatu ketika, ada tawaran untuk mengajar mahasiswa kedokteran dari seorang teman dokter yang hendak cuti mengajar. Saat sang dokter ada di depan kelas, ia merasa suatu hal yang berbeda terjadi pada dirinya. Mengajar adalah panggilan jiwanya. Alhasil, selain praktek sebagai dokter handal, dia juga dikenal sebagai pengajar yang mumpuni. Mahasiswa-mahasiswinya sangat kehilangan sosoknya ketika jenazahnya dikebumikan.

Ada satu pertanyaan menggelitik, apakah cukup menyadari bahwa mengajar itu anugerah dan panggilan jiwa? Saya rasa tidak. Seekor burung tidak dilihat dari berapa tahun ia terbang, tapi bagaimana ia terbang. Seorang guru tidak hanya dilihat dari berapa lama ia mengajar, tetapi bagaimana ia mengajar. Percuma mengajar bertahun-tahun lamanya apabila cara mengajarnya hanya dari itu ke itu saja. Semangat dalam penhajaran hanya menjadi rutinitas. Harus diingat bahwa  menularkan ilmu adalah sebuah seni yang hanya bisa dikatakan dan kemudian dikerjakan dengan hati lalu seni itu baru bisa dirasakan oleh orang lain. Mengajar adalah sebuah hubungan batin antara guru dan muridnya. Seorang guru bisa saja menjadi guru "killer" namun dirindukan pengajarannya oleh murid-muridnya. Seorang guru harus bisa membuat suasana "mulur" (rileks) dan "mungkret" (disiplin). Seorang guru harus bisa menjadi inspirasi bagi murid-muridnya.

Bagaimana dengan kita para pengajar?

salam,

Hugo

PS: Terima kasih buat para guru SD-ku di SDN Kesdam IV Diponegoro dan SDN Siliwangi II Semarang. Kalian telah menjadi inspirasiku!

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.